Yasir Alkaf

Movie – Football – Book – Daily Life

Berbagi Cerita di Tanah Suci [1]

WELL yah, Alhamdulillah minggu kemarin kami sekeluarga mendapat rezeki untuk menunaikan ibadah umrah. Bukan mendadak sih karena ayah sudah memberitahukan sejak beberapa bulan yang lalu, sekitar bulan February. Namun waktu itu dibilang kaget ya jelas kaget karena tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba ayah meminta saya mengosongkan jadwal di bulan Juni atau Juli untuk berumrah. Tentu saja saya mengiyakan, ga mungkinlah nolak. Ayah saya memang suka gitu. Bisa tak ada angin tak ada hujan membuat statement mengejutkan. Paling kerasa ya dulu pas jaman SD. Tanpa diajak bicara atau minimal konfirmasi *atau memang saya yang lupa* tiba-tiba dikasih tahu akan disunat. -___- Terkejut, tapi yang namanya bocah ya manut saja. *Tiba-tiba pengin balas dendam. Pengin liat ekspresi ayah *dan ibu* ketika tiba-tiba saya mengatakan, ‘pak aku mau ngelamar anak orang’. -Balas dendam mode ON- hahaha*

Back to topic. Karena ayah dan ibu sudah pernah berhaji jadi mereka tidak ada persiapan khusus. Yang ribet ya saya dan adik. Banyak doa yang harus dihapal, terutama saat rangkaian umrah. Btw sekedar informasi, yang namanya umrah itu adalah tawaf [mengelilingi Ka’bah 7 kali], dilanjut sa’i [berlari antara bukit Safa dan Marwah *bukan sinetron lho ya* juga 7 kali] dan diakhiri dengan tahallul [potong rambut setelah sa’i]. Rangkaian ibadah yang lain bukan umrah, cuma tambahan saja. Tapi berhubung doa yang dihapal sangat banyak sementara memori otak juga sudah mulai menua akhirnya tidak ada doa yang benar-benar terhapal. Modal pegang buku panduan aja besok saat umrah, dan direstui oleh bos besar a.k.a Ayahanda.

Karena ibadah umrah *dan juga haji* adalah ibadah yang memakan fisik ekstra, akhirnya saya memenuhi ajakan yang bertubi-tubi dari kawan-kawan untuk ikut fitness. Kalau kawan yang lain motivasi ikut fitness adalah untuk membentuk badan, maka diam-diam saya mempunyai niat lain, yaitu ‘mengembalikan’ stamina. Yah selama menjadi mahasiswa *sampai sekarang* hidup memang jadi kurang sehat, kurang olahraga. Makanya sebagai persiapan memulihkan stamina saya ikut fitness saja. Makanya jangan heran teman-teman, kalau saya di lokasi fitness paling sering menggauli Sepeda Statis dan Treadmill :P.

Setelah berjalan beberapa waktu akhirnya tibalah hari bersejarah itu. Menjelang berangkat sebenarnya saya dihantui gundah gulana. Sudah layakkah saya mengunjungi rumah Rasul dan napak tilas ibadah beliau. Ada dua alasan, yaitu dari sisi imani dan sisi non imani. Dari segi imani saya merasa masih belum cukup beriman, masih malu untuk mengunjungi Allah dan Rasul-Nya. Shalat memang rutin, tapi jamaah sangat jarang. Jauh lebih layak mereka yang istiqomah shalat berjamaah. Kemudian dari segi non-Imani, terus terang saya keder ke luar negeri. Fisik saya yang kurus ini [170 cm /60 kg] harus bergumul dengan orang-orang Arab dan Negara lain yang jauh lebih tinggi besar tentu membuat saya stress sendiri.

Ternyata oh ternyata saya hanya paranoid belaka. Di pesawat saya baru lihat ternyata banyak keluarga yang berumroh membawa anak kecil. Banyak juga remaja seumuran saya. Yang lebih mengejutkan saya menjumpai 2 wanita peserta umrah dari biro lain yang dengan pedenya melepas jilbab-nya setelah di pesawat. Wah kalau seperti itu kenapa saya harus minder. Bukan tidak mungkin saya lebih baik dari mereka. Kemudian masalah non fisik, ternyata orang Arab dan Negara lain yang saya jumpai tidak tinggi-tinggi banget. Artinya saya tidak perlu mendongak untuk melihat mata mereka. Boleh dibilang cukup sepantaran. Hanya saja kalau saya perhatikan tulang mereka lebih besar, sehingga perawakan mereka menjadi kokoh dan saya menjadi kerempeng.

Lanjut, jadwal kami berada di Tanah Suci + perjalanan adalah dari tanggal 12 Juli – 20 Juli 2010. Kami berangkat dari Purwokerto beserta 8 orang yang lain menuju Jakarta the Babylon City tanggal 11 Juli 2010. Merasa akrab dengan tanggal itu? Yah memang wajar. Itu adalah hari ketika Final Piala Dunia 2010 digelar. Dengan mengiklaskan diri final Piala Dunia hanya bisa saya ikuti lewat live tweet seadanya dari kawan-kawan. Namun pengorbanan kami tidak sia-sia. Hotel kami di Madinah ternyata ada TV kabel-nya yang mana salah satu channel-nya tak henti-hentinya menyiarkan pertandingan ulang Piala Dunia. Nama channel-nya ar Riyadiyah. Langsung terbayar sudah pengorbanan kami. Bahkan kami dapat bonus bisa melihat pertandingan ulang yang lain dengan versi yang unik karena komentatornya menggunakan Bahasa Arab. Lumayaan.

*sepertinya
ceritanya benar-benar tidak fokus* Kembali lagi ke cerita. Kami berangkat dari Purwokerto hari minggu jam 8 malam dan sampai keesokan harinya tanggal 12 Juli sekitar jam setengah 8 di Wisma Haji Jalan Jaksa Jakarta Pusat. Di sini Ayah sedikit bernostalgia karena dulu pas masih muda dia pernah menjadi pramugara haji Garuda Indonesia musiman dan di-asramakan di sini. Kalau saya pribada benak yang muncul ketika mendengar Jalan Jaksa adalah bule-bule bertebaran. Dan ternyata memang begitu. Padahal jalan ini boleh dibilang sangat kecil, lebih mirip disebut sebagai gang. Namun di sini banyak kafe dan tour travel, wajar kalau akhirnya banyak bule di sini. Tujuan kami transit di sini adalah untuk memulihkan fisik, mengingat pesawat baru terbang sore nanti.

Habis duhur kami check out dari wisma dan menuju Bandara Soekarno Hatta Cengkareng. Well, ternyata pesawat mengalami delay sebentar. Harusnya pesawat terbang jam 17.20 namun baru bisa terbang jam 18.40. Yah tak apalah, masih wajar. Pesawat yang kami gunakan adalah Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-982. Menurut saya pesawat ini sangat bagus. Perjalanan juga cukup singkat karena langsung menuju Jeddah, tanpa transit di Negara lain. Yang langsung saja memakan waktu 9 jam, apalagi kalau transit. Benar-benar tak terbayangkan lamanya.

Karena ini penerbangan pertama saya ke luar negeri, saya cukup kaget karena ternyata di dalam pesawat benar-benar full service. Beberapa kali kami dikasih minum dan snack, serta dua kali makan ‘besar’. Pilihan makan yang pertama Nasi Ayam dan Kentang Ikan. Saya pilih nasi ayam saja karena ga makan nasi bukan makan*yeah, I’m so Indonesian*. Makan ‘besar’ yang kedua pilihan menunya Spaghetti atau Nasi Goreng. Aslinya tentu saja mau pilih nasi goreng namun ternyata sudah habis duluan dan hanya ada spaghetti yang tersisa. Sayang spaghetti-nya kurang enak. Bumbunya kurang terasa.

Perjalanannya sendiri seperti yang sudah saya bilang berlangsung selama kurang lebih 9 jam. Berangkat jam 18.40, kita sampai di King Abdul Aziz International Airport Jeddah KSA sekitar jam 23.20. Loh katanya 9 jam, itu koq Cuma 5 jam. Well, antara WIB dan waktu KSA berbeda 4 jam, lebih dulu WIB. Jadi perjalannnya sebenarnya tetap 4 jam, namun sesampainya di sana jam harus disesuaikan dengan waktu setempat [dikurangi 4 jam].

Komentar saya atas bandara ini adalah, luar biasa lebar landasan dan tempat parkir pesawatnya. Maklum tiap tahun, lebih tepat menjelang lebaran haji, Negara ini menerima ratusa tibu bahkan jutaaan umat islam dari penjuru dunia untuk melaksanakan ibadah haji. Seandainya bandaranya kecil ya tidak representatif. Kalau di Soetta untuk menuju pesawat kita berjalan melalui ‘belalai’, di King Abdul Aziz kita turun di tengah landasan dan dijemput bis untuk menuju gedung airport.

http://www.arabiansupplychain.com/article-2067-top-10-middle-east-cargo-hubs/1/print/

Sesampainya di airport kami berasa menjadi TKI dan TKW. Entah mengapa sambutan petugas di bandara kurang ramah. Malah ada satu petugas yang terlihat congkak. Sambil makan kacang atau entah apa dia meludahkan kulitnya sembarangan sambil jalan. Riisih saya melihatnya. Secara di Bandara Internasional dan dilihat orang-orang dari Negara lain. Belum lagi menyambut tamu asing koq ya memakai Bahasa Arab, bingunglah kami-kami ini. Yang ada malah jadi miskomunikasi. Jadi pertama hanya ada dua loket dengan 4 petugas yang melayani imigrasi. Karena antrian jadi mengular, dibukalah loket yang lain. Sambil tetap duduk di posnya yang mirip resepsionis itu sang petugas meminta sebagian dari antrian untuk pindah. Namun karena memakai Bahasa Arab dan jamaah nampak takut kalau terpisah dari rombongan kalau pindah loket, anjuran itu tidak diindahkan. Tak dinyana sang petugas esmosi. Sambil menggebrak meja, dan tampaknya mengumpat dalam Bahasa Arab, dia memaksa sebagian dari kami berpindah loket. Namanya di negeri orang, sudah dimarahi pula akhirnya berpindahlah sebagian dari kami itu.

Setelah melewati imigrasi saya dan keluarga mencari koper yang ditaruh di bagasi pesawat. Di sini terjadi peristiwa unik. Lagi asyik mencari, tiba-tiba terdengar panggilan ‘mas.. mas..‘. Sejenak saya menengok, oh ada orang Arab lagi bicara. Karena yang ngomong orang Arab walapun matanya tampak mengarah ke saya, ‘panggilan’ itu saya biarkan. Paling dia manggil atau bicara dengan orang Arab lain dan ‘mas.. mas..’ adalah semacam obrolan Bahasa Arab. Ternyata lagi-lagi si Arab memanggil-manggil untuk kedua kalinya. Kali ini lebih ‘ekstrim’. Dia memanggil ‘mas.. mas.. sini, dari Armina kan?‘.

Damn, kaget saya mendengar itu orang Arab lancar berbahasa Indonesia. Dan ternyata yang dipanggil memang saya. ‘Dari Armina kan? Masih ada yang lain? Langsung saja ke sana’. DIa bicara kurang lebih seperti itu setelah saya dan ayah saya hampiri. FYI, Armina itu biro tempat kami umrah. Owalah, ternyata dia ‘panitia lokal’ dari Arab. Dia bertugas memastikan koper sudah di-unload dari pesawat dan memastikan jamaah masuk ke bis. Kita tidak perlu mencari koper melainkan dipersilahkan langsung ke luar bandara dan menuju bis yang akan mengantar ke hotel. Kejutan pertama di tanah Arab, ketemu orang Arab yang lancar Bahasa Indonesia.

Ketika ke luar Bandara ceritanya saya mencoba menghirup nafas panjang. Yah ritual ke negeri orang. Dan ternyata, walah, panasnya cint. Jadi jangan pernah menghirup nafas panjang ketika ke luar Bandara di Arab Saudi. Apalagi di musim panas seperti ini. Bisa tersedak ntar.

Di bis kami sempat foto-foto sejenak sebelum menuju Holiday Inn, hotel tempat kami bermalam. Hotelnya sangat mewah untuk ukuran saya yang dari kampong. Cerita selanjutnya besok saja ya. Ini baru awalnya, masih banyak keseruan yang akan berlangsung insya allah. Karena ini sudah terlalu panjang ada baiknya di-stop dulu. Sampai jumpa besok kawan.

4 responses to “Berbagi Cerita di Tanah Suci [1]

  1. zairiz Juli 29, 2010 pukul 3:17 pm

    selamat atas perjalanan yang menyenangkan anda…

  2. Pingback: Tweets that mention Berbagi Cerita di Tanah Suci [1] « Yasir Alkaf -- Topsy.com

  3. Pingback: Umrah Lagi [1] | Yasir Fuadi

  4. Pingback: Umrah (Lagi) – 1 | Yasir Alkaf

Tinggalkan komentar