AKHIR-akhir ini sedang marak berita ringan tentang rencana pernikahan Pangeran William, cucu Ratu Inggris Elizabeth, dengan Kate Middleton akhir April 2011 ini. Berbagai media baik cetak maupun elektronik ramai memberitakan itu. Mereka rata-rata memberitakan dengan atribut ‘Pernikahan Pewaris Tahta Kerajaan Inggris‘, atau semacam itu. Namun tahukah anda bahwa sebenarnya ada kesalahan redaksional yang sangat fatal dalam penyebutan ‘Pewaris Tahta Inggris itu’? Apa itu?
Sebelumnya ada yang perlu kita ketahui bahwa pewaris adalah bukan kata yang berdiri sendiri. Saya kurang paham istilah yang tepat apa, tapi boleh dibilang pewaris adalah turunan dari kata waris. Beberapa kata lain yang terbentuk dari kata waris misalnya ‘warisan’, ‘mewarisi’ dan sebagainya. Mari kita lihat saja langsung ke KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) untuk mengetahui lebih lanjut apa itu ‘Waris’, ‘Pewaris’, ‘Warisan’ dan berbagai macam kata turunannya.
pe·wa·ris: n orang yg mewariskan;
me·wa·ris·kan: v 1 memberikan harta warisan kpd; meninggalkan sesuatu kpd: gurunya ~ ilmu silat kepadanya; 2 menjadikan orang lain menjadi waris;
wa·ris: n orang yg berhak menerima harta pusaka dr orang yg telah meninggal;
wa·ris·an: n sesuatu yg diwariskan, spt harta, nama baik; harta pusaka: ia mendapat ~ yg tidak sedikit jumlahnya;
Nah, sudah lihat kan dimana letak kesalahan dari penyebutan Pangeran William sebagai pewaris tahta Inggis? Ya. Pewaris adalah orang yang mewariskan (dalam hal ini penguasa Inggris, ratu Elizabeth) suatu warisan (dalam hal ini, tahta Kerajaan Inggris) kepada waris (penerima waris, dalam hal ini keturunan Ratu Elizabeth). Jadi adalah salah besar kalau menyebut Pangeran William adalah pewaris Kerajaan Inggirs. Dia adalah waris Kerajaan Inggris. Karena ‘cukup aneh’ biasanya ditambahi kata ahli di depan kata waris menjadi ahli waris. Jadi Pangeran William adalah Ahli Waris Kerajaan Inggris dan Ratu Elizabeth adalah Pewaris Kerajaan inggris.
Kalau anda lihat bahkan media besar semacam tvOne ataupun Tempo juga salah memilih diksi seperti itu. Mungkin karena sudah jamak, kesalahan itupun dianggap sebagai sebuah kebenaran. Persis seperti ungkapan ‘Menanak Nasi’, ‘Beli Aqua’ dan lain sebagainya. Salah kaprah.
Comments